Islam mendorong energi dan potensi berusaha manusia, untuk mengembangkan sumber-sumber kekayaan, dengan merangsang kecenderungan dalam jiwa manusia untuk memiliki, mendapatkan dan meningkatkan diri. Dan "konsep" serta "aturannya" adalah:
Benar!
Lihatlah, seukuran tanah yang engkau mampu urus, tetaplah engkau pegang, dan yang tidak mampu engkau urus berikan kepada kami, untuk kemudian kami bagi-bagikan kepada kaum Muslimin yang lain.
Tidak ... saya tidak mau! ... tanah ini diberikan kepadaku oleh Rasulullah Saw!
Rasulullah Saw memberikan tanah itu kepada engkau tidak untuk engkau monopoli dari orang lain, namun beliau memberikannya agar engkau urus. Maka ambilah sekadar yang engkau mampu urus, dan kembalikan sisanya!...
Saya tidak mau....
Demi Allah, engkau harus berikan!.
Kemudian Umar merampas tanah Bilal bin Haritsah yang lebih dari kemampuannya untuk mengurus dan memanfaatkannya itu, dan selanjutnya ia bagi-bagikan kepada orang-orang yang dapat mengurus dan memanfaatkannya. Selanjutnya ia berpidato di depan masyarakat, dan menetapkan suatu ketetapan bahwa "siapa yang menghidupkan dan mengolah tanah yang tidak terurus, maka tanah itu menjadi miliknya ... dan siapa yang menyia-nyiakan tanah selama tiga tahun tanpa mengolah dan memanfaatkannya, kemudian datang orang lain dan mengolahnya, maka tanah itu menjadi milik orang yang mengolahnya itu." Yahya bin Adam, Al Kharaj, hal. 122-124, tahqiq: Dr. Husain Mu'nis, Kairo, 1987 M. dan Abu Ubaid al Qasim bin Salam, Kitab al Amwaal, hal 382-383, tahqiq: Dr. Muhammad Imarah, Kairo, 1989 M]
4. Dan zakat. Pembicaraan Al Quran tentang zakat dimulai dengan menyebutnya sebagai salah satu sifat kaum Mu'minin, semenjak era Mekkah:
"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat"[ Al Mu'minuun: 1-4]
Dan setelah didirikan "negara" Islam di Madinah, zakat menjadi satu badan bagi keamanan sosial dalam bidang-bidang penghidupan manusia. Ia dipungut, oleh negara, dari seluruh macam harta yang digunakan dalam investasi, dari dua barang berharga ---emas dan perak--, dari kekayaan yang disimpan ---emas, batu mulia dan benda berharga yang disimpan dan tidak dipergunakan sebagai perhiasan yang dibolehkan, dan seterusnya, dan seterusnya ... Saat kekayaan mencapai nishab ---dalam kapital ...tidak semata dalam keuntungan-- negara akan memungut zakatnya, yang jumlahnya berkisar antara 2,5 %, 10 %, dan 5%. [Penjelasan hal itu terdapat dalam sunnah Nabi --dan secara khusus dalam korespondensi antara Rasulullah Saw kepada sebagian gubernurnya-- kemudian hal itu dikaji oleh kitab-kitab fiqh Islam, dengan segala mazhabnya. Lihat "Majmu'at al Watsaaiq as Siyasiyyah lil Ahdi An Nadawi wa al Khilafah ar Rasyidah, hal. 111-207, tahqiq: Dr. Muhammad Hamidullah Heidrabadi, Kairo, 1956 M]
5. Zakat rikaz, yang dipungut dari seluruh kekayaan, barang-barang tambang, bahan-bahan dasar, dan batu bara yang terpendam di dalam tanah. Ukurannya adalah 20% dari nilai kekayaan ini, untuk dipergunakan dan diinvestasikan bagi usaha mewujudkan keamanan sosial dalam bidang penghidupan manusia. Dalam hadits Nabi Saw terdapat aturan zakat "rikaz" ini. Rasulullah Saw bersabda:
"Dalam rikaz ada seperlima (zakatnya) "[Hadits diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Tirmizi, Abu Daud dan Imam Malik --dalam kitab Al Muwaththa-- dan Imam Ahma. Lihat: Kitab al Amwaal, Abu Ubaid Al Qasim bin Salam, hal. 436-439].
6. "Al Hima" (yaitu tanah...bangunan...dan sumber-sumber kekayaan) yang dipilih oleh "negara" (yang memegang amanah kekhalifahan dari "umat") untuk dipergunakan bagi "kepentingan umum", dan untuk mewujudkan kecukupan atas kebutuhan orang-orang yang membutuhkan ...
Semenjak masa-masa pertama pengaplikasian Islam atas filsafat Islam dalam bidang harta dan kekayaan, "al hima" ini (yang dikhususkan untuk umat dan kepentingan umum) adalah sumber-sumber kekayaan yang tidak boleh dimiliki oleh individu, dan dimonopoli oleh beberapa gelintir orang. Dalam tafsir Abi Ubaid Al Qasim bin Salam (157-224 H/774-837 M) atas hadits Rasulullah Saw: "Hima hanya milik Allah dan Rasul-Nya", ia berkata: "yang dijadikan hima adalah beberapa sumber kebutuhan masyarakat yang ditentukan oleh Rasulullah Saw sebagai milik umum, yaitu air, padang gembala, dan api"[ Ibid, hal. 386, dan hadits tentang sifat kepemilikan umum sumber air, padang rumput dan api diriwayatkan oleh Imam Ahmad]
Salah satu tindakan untuk mewujudkan "kepentingan umum", sebagai jaminan bagi pemenenuhan kebutuhan orang-orang yang kekurangan dan membutuhkan, "Rasulullah Saw menjadikan hima daerah An Naqi' (yaitu sebidang tanah yang memiliki sumber mata air dan
Ia adalah kekayaan yang dipilih oleh negara, dan kemudian dijadikan sebagai badan umum untuk membiayai bentuk-bentuk kepentingan umum, di jalan Allah.
7. Wakaf. Ia adalah sejumlah harta yang dipilih oleh pribadi atau beberapa orang, dari harta mereka, untuk kemudian mereka keluarkan dari kepemilikan majaz mereka, dan mereka kembalikan kepada Pemiliknya Yang sebenarnya, yaitu Allah SWT, untuk dipergunakan oleh masyarakat umum (umat) yang diberi wewenang harta, dan hasilnya dipergunakan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan umat dan menciptakan keadilan di antara individu-individu umat.
Institusi "wakaf" ini telah dimulai "pengorganisasiannya" pada masa awal sejarah negara Islam yang pertama, pada masa Rasulullah Saw. Yaitu saat Mukhairiq bin Nadhr (3 H-625 M) mewasiatkan agar hartanya diberikan kepada Rasulullah Saw "untuk dipergunakan oleh Rasulullah Saw sesuai dengan yang kehendaki Allah SWT. Wakafnya tersebut berbentuk tujuh bidang kebun, kemudian Rasulullah Saw menjadikannya sebagai wakaf, yang harta aslinya dipertahankan, kemudian hasilnya dipergunakan bagi kepentingan masyarakat dan umat.
Berikutnya Umar bin Khaththab. Ia memilih hartanya yang paling berharga (yaitu tanahnya di Khaibar) untuk dijadikan sebagai wakaf bagi kepentingan umum. Ia datang kepada Rasulullah Saw, dan berkata:
Wahai Rasulullah Saw, aku menyiapkan hartaku yang paling berharga, untuk aku sedekahkan.
Rasulullah Saw menjawab:
"Sadaqahkanlah pokoknya, dengan tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan. Kemudian infakkankanlah buah dan hasilnya"[Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Al Muzara'ah dan al Washaya dari Sahihnya.Penj.].
Kemudian Umar menulis satu "dokumen" (sebagai bukti) wakafnya itu, yang barangkali merupakan suatu dokumen institusi wakaf tertua dalam sejarah Islam. Dalam dokumen itu ia menulis: "Ini adalah pernyataan yang ditulis oleh hamba Allah, Umar, tentang "Tsamgh --sebidang tanah di Khaibar-- bahwa: ia tidak dijual pokoknya, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan. Manfaatnya ditujukan untuk para fakir miskin, untuk kebaikan, untuk membebaskan budak, untuk keperluan di jalan Allah, ibnu sabil dan tamu. Dan orang yang mengurusnya tidak mengapa jika memakan sebagian hasilnya dengan cara yang baik, dan memberikan makan temannya, namun jangan ia jadikan sebagai hartanya [Hadits diriwayatkan leh Bukhari. Lihat: Muhammad Abdul Aziz Al Halawi, Fatawa wa Aqdhiah Umar bin Khaththab, hal. 260, Kairo. 1985]
(sebelum, sesudah)
dari buku: Islam dan Keamanan Sosial
Penulis: Dr. Muhammad Imarah
Penerjemah : Abdul Hayyie al Kattani
Penerbit : Gema Insani Press,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar